Oleh Leo Siagian
TAPANULI UTARA – Kepala Desa Hutaraja Simanungkalit, Raynol Simanungkalit, memilih bungkam saat wartawan menanyakan mengenai penggunaan anggaran belanja Dana Desa (APBDes) tahun 2024, meskipun telah dilayangkan surat konfirmasi resmi pada Kamis, 10 April 2025. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait transparansi pengelolaan anggaran desa yang bersumber dari dana publik.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 dan 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 41 Ayat 1 dan 2, yang mengatur mengenai penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, para wartawan dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Tapanuli Utara (Taput) mengajukan beberapa pertanyaan kritis terkait alokasi dan penggunaan anggaran Desa Hutaraja Simanungkalit yang diduga tidak transparan.
Beberapa item anggaran yang dipertanyakan oleh media antara lain dana desa senilai Rp 663.855.000, bunga bank sebesar Rp 10.716.262, serta anggaran untuk sub bidang kawasan pemukiman Rp 47.941.400, sub bidang pertanian dan peternakan Rp 132.860.000, dan penanganan keadaan mendesak (BLT) sebesar Rp 68.400.000. Tak hanya itu, anggaran untuk sub bidang kesehatan Rp 132.860.000 juga menjadi sorotan. Anehnya, semua pertanyaan ini tidak bisa dijawab baik secara lisan maupun tertulis oleh Kepala Desa.
Saat dihubungi langsung melalui telepon seluler, Raynol Simanungkalit beralasan bahwa ia perlu berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dinas PMDes dan Dinas Inspektorat. Sikap tersebut justru menimbulkan kecurigaan, mengapa sebagai pengguna anggaran dan pelaksana kegiatan, ia tidak dapat memberikan penjelasan langsung kepada media. Apakah ini berarti ada penyalahgunaan dana atau upaya untuk menutupi sesuatu?
Hengki Tobing, wartawan yang bertugas di wilayah Taput, merasa heran dengan sikap Kepala Desa Hutaraja Simanungkalit. Sebagai pejabat publik, kepala desa seharusnya bertanggung jawab penuh atas anggaran yang digunakan di desa dan harus transparan terhadap masyarakat serta media. Ini bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga bagian dari prinsip kontrol sosial yang sangat penting untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik dapat dipertanggungjawabkan.
Pernyataan Raynol yang menunda-nunda penjelasan mengundang banyak dugaan dan asumsi negatif dari masyarakat. Hal ini sangat berbahaya karena dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa. Ke depan, diharapkan pihak berwenang dapat memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait penggunaan dana desa ini, untuk menghindari tuduhan penyalahgunaan anggaran yang berlarut-larut.(*)
Discussion about this post