Oleh Redaksi
BERITAMONALISA.COM – Pematangsiantar | – Masyarakat dan pemerhati anti-korupsi di Siantar semakin gerah dengan kelambanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Siantar dalam mengusut dugaan penyewaan ilegal alat berat milik UPTD PUPR Siantar ke luar daerah. Padahal, bukti-bukti yang ada sudah sangat jelas: alat berat milik pemerintah ditemukan beroperasi di Asahan tanpa dokumen resmi, tidak ada laporan pendapatan daerah dari sewa tersebut, dan pejabat terkait justru mengaku “tidak tahu menahu”. Pertanyaannya kini: apa yang ditunggu Kejari Siantar?
Fakta di lapangan menunjukkan, alat berat jenis Baby Roller merk Case/450 DX yang seharusnya digunakan untuk proyek-proyek publik di Siantar, justru ditemukan aktif bekerja di Jalan Sigura-gura, Kabupaten Asahan.
Yang lebih mengejutkan, tidak ada satu pun pejabat UPTD PUPR Siantar yang bisa menjelaskan bagaimana alat tersebut bisa berada di luar wilayah kerjanya.
Kepala UPTD, Syarifudin Lubis, hanya memberi respons ambigu: “Saya konfirmasi dulu sama pengelola alat.” Sementara itu, Kabag TU dan bagian urusan barang mengaku tidak pernah mengeluarkan surat jalan atau dokumen penyewaan. Ini jelas mengindikasikan praktik ilegal yang terstruktur.
Kejari Siantar tidak bisa lagi berdalih kurang bukti. Di daerah lain seperti Lombok Tengah dan Bandung, kasus serupa bahkan sudah dituntaskan dengan cepat. Kejari Lombok, misalnya, hanya butuh waktu tiga bulan sejak laporan pertama untuk menetapkan tersangka, menyita dokumen palsu, dan melacak aliran dana mencurigakan. Lalu, mengapa di Siantar proses hukum justru berjalan seperti keong? Masyarakat mulai curiga ada upaya pembiaran atau bahkan perlindungan oknum tertentu.
Tekanan kini mengalir deras dari berbagai pihak. Pemerhati pembangunan S. Sinaga mendesak Kejari Siantar segera memeriksa rekening pejabat terkait dan menggeledah kantor UPTD PUPR untuk mencari dokumen yang sengaja disembunyikan.
“Jika perlu, Kejari minta bantuan KPK atau PPATK untuk melacak uang sewa yang diduga masuk ke rekening pribadi,” tegas Sinaga. Desakan serupa datang dari kalangan mahasiswa dan LSM yang mengancam akan menggelar aksi massa jika dalam dua minggu tidak ada perkembangan signifikan.
Waktu terus berjalan, dan kesabaran masyarakat semakin menipis. Kejari Siantar harus memilih: menjadi pahlawan yang membersihkan praktik koruptif di birokrasi, atau dicatat sejarah sebagai lembaga yang gagal menjalankan tugasnya.
Masyarakat menuntut tindakan nyata, bukan sekadar janji. Jika Kejari masih berdiam diri, bukan tidak mungkin kasus ini akan diambil alih oleh pihak pusat – dan itu akan menjadi aib besar bagi penegak hukum di Siantar. Segera usut, segera proses, dan buktikan bahwa hukum tidak pandang bulu!
No Result
View All Result
Discussion about this post